DEREGULASI DAN BIROKRATISASI DIBIDANG PEREKONOMIAN
Memasuki tahun
1980 an perekonomian Indonesia memasuki fase baru dengan dikeluarkankanyya
kebijakkan deregulasi dan birokratisasi.Deregulasi dan birokratisasi pada
dasarnya merupakan salah satu upaya dan tindakan konkret ( nyata ) yang
dipergunakan untuk memperkuat dan meningkatkan daya saing perekonomian suatu
Negara.
Kebijakan in pun ditempuh dan diterapkan oleh pemerintah Indonesia, guna menghadapi ketatnya persaingan di era perdagangan bebas yang dimulai pada tahun 2003 di kawasan ASEAN ( AFTA ). Hal ini dapat dimengerti mengingat inti dari perdagangan bebas adalah ketatnya persaingan antarnegara dan hilangnya hambatan tarif. Hal itu memaksa pemerintah mencari alternatif lain yang memungkinkan yakni menumbuhkan pelaku – pelaku ekonomi yang tangguh , dengan cara menyehatkan lingkungan dunia usaha, melalui serangkaian dregulasi sebagai berikut.
Kebijakan in pun ditempuh dan diterapkan oleh pemerintah Indonesia, guna menghadapi ketatnya persaingan di era perdagangan bebas yang dimulai pada tahun 2003 di kawasan ASEAN ( AFTA ). Hal ini dapat dimengerti mengingat inti dari perdagangan bebas adalah ketatnya persaingan antarnegara dan hilangnya hambatan tarif. Hal itu memaksa pemerintah mencari alternatif lain yang memungkinkan yakni menumbuhkan pelaku – pelaku ekonomi yang tangguh , dengan cara menyehatkan lingkungan dunia usaha, melalui serangkaian dregulasi sebagai berikut.
A.
SEKTOR KEUANGAN DAN PERBANKAN
Deregulasi
perbankan 1 juni 1983 , merupakan langkah pertama pemerintah dalam memasuki
iklim usaha. Melalui kebijakan ini bank – bank swasta dibebaskan menentukan
tingkat suku bangsa deposito dan kredit. Serta menciptakan produk perbankan
yang mampu menarik nasabah. Kebijakan ini mencapai puncaknya ketika pemerintah
mengeluarkan Paket Oktober 1988 yang bertujuan untuk menyehatkan sistem
perbankan Indonesia. DalamP aket 29 Januari 19990, Pemerintah mengubah
kebijakan alokasi kredit terhadap usaha kecil dari mekanisme harga menjadi
mekanisme kebijakan kuota atas jumlah potofolio kredit. Kebijakan diatas
disusul dengan paket pebruari 1991 yang tujuannya membantu bank – bank baru.
Melalui paket ini pemberian ijin pendirian bank – bank baru diperketat jika dibandingkan
setelah Pakto 1988. Sejumlag 50% dari kredit portofolio bank asing ata campuran
diwajibkan untuk mendukung ekspor ( kredit ekspor ). Paket ini dilengkapi
dengan paket 14 maret 1991 yang tujuan terutama untuk memperkuat basis
permodalan bank – bank dan memperketat pengawasan terhadap lembaga – lembaga
keuangan. Langkah – langkah beru ini mengisyaratkan sistem perbankan untuk menyesuaikan
diri dengan pedoman standrat bank internasional dengan rasio model terhadap
kekayaan bank sebesar 8%.Masih dalam tahun 1991 , pemerintah mengeluarkan paket
19 November. Paket ini lebih merupakan petunjuk pelaksanaan bagi tim pinjaman
komersial luar negeri ( PKLN ) dan dikeluarkan untuk mengawasi pinjaman
komersial luar negeri yang terus membesar , agar tidak memberatkan neraca
pembayaran. Akibatnya sejumlah mega proyek antri memperoleh pinjman luar
negeri. Pemerintah juga mengeluarkan batas plafon pinjaman yang boleh disedot
untuk setiap tahun viskal adalah US$ 1,500 Milliar. Bank – bank dan LKBB
pelaksana penyalran pinjaman luar negri juga di kontrol. Untuk mega proyek
diatas US$ 20 juta, semua peminjaman baik itu bank pemerintah, bank swasta
/LKBB, perusahaan swasta maupun BUMN perlu mendapat izin dari tim PKLN bila
hendak meminjam dana dari luar negeri. Paket Mei 1993 sebagai penyempurnaan
pakjan 1990 , memberikan kelonggaran kepada sektor perbankan dalam memberikan
kredit kepada dunia usaha sehingga kegiatan ekonomi kembali berputar. Beberapa
ketentuan Paket Mei 1993 yang melonggarkan pelaksanaan ketentuan KUK antara
lain sebgai berikut :
1.
Plafon kredit yang dihitung sebagai KUK dinaikkan dari Rp. 200 juta
menjadi maksimum Rp 250 juta.
2.
Cakupan kredit kecil meliputi semua Rp 25 juta tanpa melihat
penggunaanya.
Kebijakan yang
begitu liberal tersebut sangat merugikan pengusaha kecil , yang tidak memiliki
jaminan tambahan serta persyaratan formal lainnya untuk memperoleh kredit
perbankan. Akibatnya tujuan untuk mengoreksi kelemahan kebijakan yang terdahulu
hanya memperkokoh posisi pengusaha besar. Serangkaian deregulasi bidang menoter
tahun 1990-an tersebut pada dasarnya merupakan langkah lanjutan yang
menunjukkan kesungguhan pemerintah dalam memperbaiki iklim dunia usaha dan
meningkatlkan efisiensi perekonomian nasional. Namun efek negatifnya adalah
perbankan menjadi rentan.
B.
SEKTOR PERDAGANGAN
Pembangunan
perdagangan diarahkan pada terciptanya sistem perdagangan nasional yang makin
efisien dan efektif , mampu memanfatkan dan memperluas pasar serta membentuk
harga yang wajar dan memperkokoh kesatuan ekonomi nasional dalam rangka
perwujudan wawasan nusantara.
Pembangunan
perdagangan ditunjukan untuk memperlancar arus barang dan jasa dalam rangka
menunjang peningkatan produksi dan daya saing. Meningkatkan pendapatan produsen
terutama produsen hasil pertanian rakyat dan pedagang , melindugi kepentingan
konsumen , memperluar kesempatan usaha dan lapangan kerja , serta meningkatkan
penerimaan devisa negara.
Dengan
terbukanya perekonomian dunia bearti makin terbukanya pasar internasional yang
dapat memanfaatkan oleh dunia usaha nasional. Pasar dalam negeri akan
dimanfaatkan oleh dunia usaha internasional.
Sebagai
implementasi dari hal tersebut di atas maka pemerintah sejak 1985 telah
melakukan berbagai deregulasi disektor perdagangan. April 1985 pemerintah telah
memangkas hambatan tarif. Selanjtnya bea masuk untuk barang barang modal import
dihapuskan melalui paket 6 Mei 1986 dan Mei 1990. Paket Oktober 1993 merupakan
kebijakan lebih lanjut yang berisi bidang ekspor dan impor serta tarif bea
masuk dan tata niaga impor. Kebijakan Paket 23 Mei 1995 dibidang perdagangan
ini adalah menurunkan sejumlah 6.030 pos tarif.
Sentuhan
deregulasi disektor perdagangan ini merupakan komitmen pemerintah untuk
mengembangkan dunia usaha nasional agar mempunyai daya saing yang tinggi dan
pemenuhan perjanjian internasional.
C. BIDANG
INVESTASI
Dalam rangka
memacu penanaman modal , pemerintah pada tahun 1991 , mengeluarkan kebijakan
penyederhanaan tata cara penanaman modal dan mengurangi daftar negative
investasi ( DNI ) dari sebanyak 75 buah menjadi 60 buah.daftar negatii ini
merupakan daftar dari sektor – sektor yang tidak boleh adanya investasi asing. Dengan
DNI baru ini berarti terbuka kesempatan investasi dibidang industri kendaraan
dan kendaraan roda 2 , dengan syarat 65 % dari hasil produksinya untuk
ekspor
Kebijakan
investasi ini dilanjutkan dengan paket juli 1992 yang berisi penguranagan DNI
menjadi 51 buah , penyederhanaan prosedur penamaan modal, pemanfaatan hak guna
usaha dan patungan untuk jangka waktu 30 tahun.
Deregulasi
terus berlanjut dengan dikeluarkan paket juni 1993 di sector riil termasuk
sector industri otomotif. Dalam sector riil ini berisi penurunan sejumlah
tarif, pelonggaran tata niaga dan serangkaian upaya mendorong ekspor nonmigas.
Deregulasi dibidang otomotif , anatara lain menyangkut pemberian insentif
berupa keringanan bea masuk atas impor komponen otomotif terhadap industri
otomotif yang melakukan peningkatan kandungan lokal kendaraan yang di
produksinya, dan pembukaan keran impor kendaraan dalam bentuk secara utuh. Deregulasi paket juni 1993 ini bertujuan
untuk meningkatkan investasi dalam rangak PMA dan PMDN. Kebijakan berikut yang
cukup mendasar adalah PP No. 20 tahun 1994, bahwa pemerintah memberi kesempatan
kepada PMA untuk melakukan investasi langsung kedaerah tingkat II.
Paket
– paket deregulasi tersebut di atas, selalu diperbaiki dan disesuaikan dengan
tantangan dan kondisi internal dan eksternal yang terus berubah.semua usaha itu
dimaksudkan untuk menarik lebih banyak lagi investasi asing , agar masuk ke
Indonesia. Selain itu , dalam rangka meningkatkan efisiensi perekonomian
nasional, membebaskan ekonomi biaya tinggi dan meningkatkan ekspor nonmigas.
1.
Dampak Deregulasi dan Birokratisasi dibidang Perekonimian
a.
Sektor Keuangan dan Perbankan
Pertumbuhan ekonomi secara rata – rata antara 6 – 7,5 % per tahun
sepanjang periode 1988- 1994, telah mendorong peningkatan pasokan uang dalam
masyarakat. Hal ini sebagai akibat langsung dari kemajuan di sector riil maupun
sector moneter. Dana yang berhasil dikumpulkan oleh pihak perbankan mengalami
perkembangan yang cukup pesat dari tahun ke tahun. Setelah deregulasi perbankan
pada bulan Oktober 1988 , pengumpulan dan pengarahan dalam mengalami
pertumbuhan yang luar biasa besarnya berkisar antara 30 % sampai dengan 50 %
per tahun selama tahun 1988 – 1990. Bila pada tahun 1988 dana yang terkumpul
sebesar Rp 37,5 triliun maka pada tahun 1995 berjumlah 176,8 triliun rupiah.
Meskipun demikian , dana yang terkumpul tersebut masih jauh dibawah jumlah
kredit yang disalurkan setiap tahun.
Selain itu , pasar modal sebagai salah satu instrument sector
keuangan dan perbankan mengalami pertumbuhan yang sangat pesat akibat berbagai
deregulasi itu. Kapitalisasi pasar modal pada tahun 1988 berjumlah Rp 186,5
Miliar yang terdiri dari 125 saham perusahaan. Pada akhir tahun 1993 telah
mencapai 69,29 triliun rupiah.
peran perbankan dalam pembiayaan investasi telah meningkat secara
signifikan. Berdasarkan neraca arus dana , pada tahun 1984 hanya 20 % dari investasi
swasta dibiayai melalui kredit perbankan , tetapi pada tahun 1990 angka ini
telah meningkat menjadi 71 %.
b.
Sektor perdagangan
Deregulasi tarif yang diterapkan oleh Indonesia hingga akhir
1990-an tampaknya memenuhi sasaran karena cuukup berhasil meningkatkan
afisiensi daya saing indrusti , volume produksi dan nilai ekspor.
Menurut beberapa pakar ekonomi dalam negeri , bahwa deregulasi yang
dikeluarkan sejak 1990 – an ini sudah memperlihatkan kecenderungan
kemanfaatannyang meurun karena masalah utama yang dihadapi oleh sektor industri
nasional sekarang adalah setrukturnya yang makin terkonsentrasi. Banyak
industri di Indonesia bahkan yang bertarif rendah pun , memilki struktur yang
monopolistic. Selain itu , konsentrasi tersebut lebih banyak terjadi di
industri hulu. Akibatnya , harga produk hilir yang dihasilkan menjadi mahal.
2.
Koperasi di
Indonesia
a.
Sejarah
koperasi.
Di
lihat dari sejarahnya,koperasi lahir di benua eropa sebagai akibat
kesesengsaraan. Adanya revolusi industry sebagai akibat dari kemajuan ilmu
pengetahuan, yang di tandai dengan benyaknya penemuan- penemuan baru di bidang
industry dan perdagangan. Sepertinya misalnya mesin tenun dan mesin uap,
listrik dan lain sebgaianya membawa dampak negative terhadap pengusaha kecil
dan . Bagi pengusaha kecil terancam bangkrut karena kalah saing dengan
pengusaha besar. Hal ini di sebabkan karena pengusaha besar telah menggunakan
mesin – mesin yang dapat menghasilkan barang produksi dalam jumlah yang besar.
Sedangkan pengusaha kecil masih menggunakan cara manual ( menggunakan tangan )
dengan produk yg kecil.
b.
Perintis
timbulnya gerakan koperasi
Bagaimana
dengan koperasi Indonesia ? koperasi Indonesia telah melintasi perjalanan yang
cukup panjang. Di mulai dari abad 19 sampai sekrang ,dengan me;ewati masa penjajahanbbelanda dan
jepang.
Koperasi
sebagai gerakan rakyat baru muncul pada tahun 1908. Seiring dengan terbentuknya
organisasi pergerakan budi utomo. Yang salah satunya kiprahnya membentuk
koperasi konsumsi dengan nama “ took adil “ .di samping itu sejak tahun 1913
serekat islam juga mengambil peranan yang aktif dalam mendirikan koperasi konsumsi dan koperasi industry kecil
dan kerajinan di berbagai tempat. Sejak saat itulah arus gerakan koperasi internasional
mulai masuk mempengaruhi gerakan koperasi di Indonesia. Yaitu melalui
penggunaan sendi sendi dasar atau prinsip-
prinsip rochalde :
1.
Barang – barang
yang di jual harus asli dengan timbangan yang benar
2.
Penjualan
dengan tunai.
3.
Harga penjualan
menurut harga pasar
4.
Sisa hasil
usaha di bagi menurut perimbangan jumlah belanja
5.
Masing – masing
anggota mempunyai satu suara
6.
Bersikap netral
terhadap politik dan agama
Keenam
prinsip tersebut di jadikan dasar koperasi di seluruh dunia, meskipun ada
beberapa tambahan dasar yang di sesuaikan berdasarkan kondisi suatu Negara seperti :
1.
keanggotaan berdasarkan sukarela
2.
bunga atas
modal di batasi
3.
semua anggota
menyumbang permodalan
pada
tahun 1915 keluarlah peraturan mengenai perkumpulan koperasi no 431yang berlaku
untuk setiap bangsa di Indonesia. Dan pada tahun 1920 terbentuk pantia koperasi
yang terbentuk oleh pantia koperasi yang di pimpin Dr. J. H Boeke untuk
meneliti apakah koperasi bermanffat bagi bangsa Indonesia. Dalam laporan di
katakana bahwa sebaiknya pemerintah colonial belanda lebih aktif membantu
pengembangan koperasi. Oleh karena itu pada tahun 1927, lahirlah peraturan
koperasi no 91 yang isinya tentang lebih baik bila dibandingkan dengan
peraturan koperasi no 431. Semangat masyrakat untuk berkoperasi mulai tambah
kembali, tercatat pada tahun 1932. Jumlha koperasi yang ada di Indonesia 1712
koperasi. Untuk membentuk modal yang leboh besar dalam gerakan koperasi maka
pada tahun 1936 di bentuk ,Gabungan Pusat Koperasi Indonesia ( Moeder Central )
c.
Masa 1945 –
1966
System
perekonomian di Indonesia mengalami perubahan setelah Indonesia merdeka pada
tanggal 17 agustus 1945 . system ekonomi liberal yang semula di terapkan oleh
pemerintah colonial belanda , dan system ekonomi fasis yang dijalankan oleh
pemerintah jepang berubah menjadi system perekonomian berdasarkan kekeluargaan.
Berdasarkan pasal 33 UUD 1945 dan penjelasannya ,bahwa bangun perusahaan yang
sesuai dengan system perekonomian di Indonesia adalah koperasi. Agar
pembangunan koperasi sejalan dan memenuhi jiwa pasal 33 UUD 1945 maka pada tahun
1946 di bentuk Jawatan koperasi yang mempunyai tugas mengurus dan menangani
pembinaan gerakan koperasi.
Berbagai
upaya untu meluruskan kembali keberadaan koperasi sebagai lembaga ekonomi yang
berwatak social dengan salah satu prinsip dasarnya adalah bersikap netral
terhadap politik dan agama. Salah satu usaha penelusuran itu adalah
menyelenggarakan kongres 1 pada tanggal 11- 14 juli di tasikmalaya, yang
menasilkan keputusan :
1.
Terwujudnya
kesepakatan untuk mendirikan SOKRI ( Sentral Organisasi Koperasi Rakyat
Indonesia )
2.
Ditetapkannya
asas koperasi Indonesia yaitu : berdasarkan asas kekeluargaan dan gotong royong
3.
Ditetapkan
anggal 12 juli sebagai “Hari Koperasi Indonesia”
4.
Diperuas
pengertian dan pendidikan tentang koperasi , agar para anggota lebih loya
terhadap koperasi.
Sokri di anggap belum dapat berfungsi sebagai mestinya .oleh karena
itu, gerakan koperasi sepakat untuk mengadakan Kongress II yand diadakan di
bandung pada tanggal 15 – 17 juli 1953. Ang menghasilkan keputusan :
1.
Mendirikan
sebuah badan pemusatan pimpinan koperasi untuk seluruh Indonesia yang di
namakan “Dewan Koperasi Indonesia “
2.
Mewajibkan
Dewan Koperasi Indonesia untuk mendirikan lembaga pendidikan koperasi dan
sekolah menengah koperasi di setiap propinsi
3.
Mengangkat Bung
Hatta sebagai Bapak Koperasi Indonesia
4.
Membuat undang
– undang koperasi.
d. Masa Orde Baru
Munculnya pemberontakan
G30S/PKI menyebabkan lahirnya orde baru dalam memimpin negri ini,yang membuka
cakrawala baru bagi pertumbuhan dan perkembangan kehidupan perkoperasian
Indonesia. Pemerintah melakukan perubahan dan perbaikan yang mendasar dibidang
perkoperasian sesuai dengan UUD 1945. Masalah pengembangan dan pembinaan
koperasi ditangani oleh Departemen Perdagangan Melalui Departemen Koperasi.
Koperasi kemudian dikembalikan kepada fungsinya, yaitu koperasi harus bekerja
berdasarkan asa dan sendi dasar yang sebenarnya, koperasi sebagai alat
demokrasi ekonomi harus menegakkan asas demokrasi dengan kekuasaan tertinggi
ada pada rapat anggota.
Kehidupan koperasi
dalam suasana yang berbeda menyebabkan diperlukanya UU koperasi yang sesuai
dengan keadaanya.maka pemerintah menyusun UU koperasi No. 12 tahun 1967. Untuk
mengatisipasi hal tersebut maka pemerintah berhasil menyusun Undang-undang
Koperasi No. 12 Tahun 1967. UU yang baru ini mencantumkan landasan koperasi
Indonesia terdiri dari landasan ideal yaitu Pancasila, landasan struktural
yaitu UUD 1945, landasan gerak yaitu pasal 33 UUD 1945, dan landasan mental
yaitu setia kawan dan kepribadian. Landasab koperasi ini merupakan hal yang
sangat penting karena landasan ini dimaksudkan sebagai pedoman atau suatu dasar
bagi kehidupan koperasi itu sendiri, bagik sebagai dasar bagi setiap pemikiran
yang menentukan arah tujuan koperasi itu sendiri maupun sebagai koperasi di
dalam perekonomian bangsa dan negara.
Koperasi merupakan
salah satu pelaku ekonomi di Indonesi, hal ini dapat dilihat pada penjelasan
pasal 33 UUD 1945 adalah koperasi. Penjelasan Pasal 33 ini menepatkan koperasi
baik dalam kedudukan sebagai sokoguru perekonomian nasional atau sebagai bagian
integral tat perekonomian nasional. Dengan memperhatikan kedudukan koperasu
seperti tersebut di atas maka peran koperasi sangatlah penting dalam
menumbuhkan dan mengembangkan ekonomi yang mempunyai ciri-ciri demokratis,
kebersamaan, kekeluargaan dan keterbukaan. Dalam kehidupan ekonomi seperti itu,
seharusnya koperasi memiliki ruang gerak dan kesempatan usaha yang luas yang menyangkut kepentingan
ekonomi rakyat. Tetapi dalam perkembangan ekonomi yang berjalan demikian cepat,
pertumbuhan koperasi selama ini belum sepenuhnya menampakkan wujud dan perannya
sebagaimana dimaksud di dalam UUD 1945. Demikian pula peraturan
perundang-undangan yang ada masih belum sepenuhnya menampung hal-hal yang
diperlukan untuk menunjang terlaksananya koperasi baik sebagai badan usaha
maupun sebagai gerakan ekonomi rakyat. Oleh karena itu, untuk menyelaraskan
dengan perkembangan lingkunga yang sanga5 dinamis, perlu adanya landasan hukum
baru yang mampu mendorong koperasi agar dapat tumbuh dan berkembnag menjadi
lebih kuat dan mandiri.
Pembangunan koperasi
perlu diarahkan sehingga semakin berperan dalam perekonomian nasional.
Pengembangan diarahkan agar koperasi benar-benar menerapkan prinsip-prinsip
koperasi dan kaidah usaha ekonomi. Dengan demikian koperasi akan merupakan
organisasi ekono mi yang mantap, demokrasi, otonom, partisipasif, dan berwatak
sosial. Pembinaan koperasi pada dasarnya dimaksudkan untuk mendorong agar
koperasi menjalankan kegiatan usaha dan berperan utama dalam kehidupan ekonomi
rakyat.
Atas dasar pokok
pikiran di atas maka pemerintah mengeluarkan Undang-undang tentang
perkoperasian No. 25 tahun 1992. UU ini menegaskan bahwa pemberian status badan
hukum koperasi, pengesahan perubahan anggaran dasar, dan pembinaan koperasi
merupakan wewenang dan tanggung jawab pemerintah. Dalam pelaksanaannya,
pemerintah dapat melimpahkan wewenang tersebut kepada menteri yang membidangi
koperasi. Namun demikian hal ini tidak berarti bahwa pemerintah mencampuri
urusan internal organisasi koperasi dan tetap memperhatikan prinsip kemandirian
koperasi.
Pemerintah baik di
pusat maupun di daerah, menciptakan dan mengembangkan iklim serta kondisi yang
mendorong pertumbuhan dan pemasyarakatan koperasi. Demikian juga pemerintah
memberikan bimbingan, kemudahan, dan perlindungan kepada koperasi. Selanjutnya
pemerintah dapat menetapkan bidang
kegiatan ekonomi yang hanya dapat diusahakan oleh koperasi. Selain itu
pemeirntah juga dapat menetapkan bidang kegiatan ekonomi di suatu wilayah
tertentu yang telah berhasil diusahakan oleh koperasi untuk tidak diusahakan
oleh badan usaha lainnya. Hal tersebut dilakukan dengan memperhatikan
kepentingan ekonomi nasional dan perwujudan pemerataan kesempatan berusaha.
Undang-undang ini juga
memberikan kesempatan bagi koperasi untuk memperkuat permodalan melalui
pengerahan modal penyertaan baik dari anggota maupun bukan anggota. Dengan kemungkinan ini, koperasi dapat lebih
menghimpun dana untuk pengembangan usahanya. Sejalan dengan itu dalam UU ini
ditanamkan pemikiran ke arah pengembangan pengelolahan secara profesional
Berdasarkan hal
tersebut di atas, UU ini disusun dengan maksud untuk memperjelas dan
mempertegas jati diri, tujuan, kedudukan, peran, manajemen, keusahaan, dan
permodalan koperasi serta pembinaan koperasi sehingga lebih menjamin
terwujudnya kehidupan koperasi sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 33 UUD 1945.
Beberapa hal yang
menyangkut tentang perkoperasian berdasarkan UU No. 25/1992, antara lain:
3. Ketentuan umum
1.
Koperasi adalah badan
usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum koperasi dengan
melandaskan kegiatanya berdasarkan prinsip-prinsip koperasi sekaligus sebagai
gerakan ekonomi rakyat berdasarkan atas asas kekeluargaan.
2.
Perkoperasian adalah
segala sesuatu yang menyangkut kehidupan koperasi.
3.
Koperasi primer adalah
koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan orang-seorang.
4.
Koperasi sekunder
adalah koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan koperasi.
5.
Gerakan koperasi adalah
keseluruhan organisasi koperasi dan kegiatan perkoperasian yang bersifat
terpadu menuju tercapainya cita-cita bersama.
4. Landasan, Asas, dan Tujuan
Koperasi berlandaskan Pancasila dan UUD 1945 serta berdasar atas asas
kekeluargaan. Sedangkan tujuan koperasi adalah memajukan kesejahteraan anggota
pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan
perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan
makmur.
5. Fungsi, Peran, Dan Prinsip Koperasi
Fungsi dan peran koperasi adalah memebangun dan mengembangkan potensi dan
kemempuan ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya, untuk
meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan social; berperan aktif dalam upaya
memepertinggi meningkatkan kualitas kehidupan manusia dan
masyarakat;memperkokoh perekonomian rakyat sebagai sokogurunya; berusaha untuk
mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang merupakan usaha bersama
berdasar atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi. Sedangkan prinsip
koperasi adalah
a) Keanggotaan bersifat terbuka.
b) Pengelolaan dilakukan secara demokratis.
c) Pembagian sisa hasil usaha dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya
usaha masing-masing anggota.
d) Pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal.
e) Kemandirian.
Dalam mengembangkan koperasi, maka koperasi dilaksnakan pula prinsip sebai
berikut:
a) Pendidikan perkoperasian.
b) Kerja sama antar koperasi.
7. Perangkat Organisasi
a) Rapat anggota, sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam koperasi.
b) Pengurus, merupakan pemegang kuasa dari rapat anggota.
c) Pengawas, ditunjuk oleh rapat anggota untuk melakukan pengawasan terhadap
pengelolaan koperasi.
a. Pemodalan
Modal terdiri dari modal sendiri dan modal pinjaman.
Modal sendiri dapat berasal dari simpanan pokok, simpanan wajib, dana cadangan,
dan hibah. Sedangkan modal pinjaman dapat berasal dari anggota, koperasi lain
dan atau anggotanya, bank dan lembaga keuangan lainnya, penerbitan obligasi dan
surat utang lainnya, dan sumber lain yang sah.
b. Pembanguna Koperasi dalam PJP I
Pembangunan koprasi mutlak diperlukan dalam upaya pembanguan
ekonomi nasioanl karena merupakan amanat konstitusi. Selain ittu, koperasi
merupakan wadah yang paling tepat untuk menggalang kekuatan ekonomi rakyat
dalam rangka mewujudkan demoktasi ekonomi. Oleh karena itu, pembangunan
koperasi merupakan tugas dan tanggung jawab bersama rakyat dan pemerintah, yang
harus dilaksanakan dalam rangka menumbuhkan kemajuan dan kemandirian manusia
dan masyarakat Indonesia. Pembangunan koperasi dalam PJP I telah menunjukkan berbagai
keberhasilan yang amat berarti, baik ditinjau dari koperasi, jumlah anggota
koperasi, maupun nilai usaha koperasi. Koperasi juga telah terlihat dan
berperan aktif dalam kegiatan ekonomi rakyat serta mulai dapat meningkatkan
kesejahteraan para anggotanya.
Sampai dengan tahun keempat Pelita V telah terdapat sebanyak
39.031 buah koperasi, yang terdiri atas 8.749 koperasi unit desa (KUD) dan
30.282 koperasi non-KUD, yang tersebar di seluruh Indonesia. Dengan demikian,
jumlah koperasi pada tahun keempat Pelita V ini hampir mencapai dua kali lipat
dari jumlah koperasi pada akhir Pelita I
19.975.
Sejalan dengan pertumbuhan koperasi, jumlah anggota koperasi
pun telah meningkat dengan pesat. Pada akhir tahun keempat Pelita V terdapat
sebanyak 33,7 juts orang anggota koperasi primer yang terdiri atas 20,5 juta
orang anggota KUD dan 13,2 juta orang anggota koperasi non-KUD. Dengan
demikian, secara keseluruhan jumlahnya telah mencapai lebih dari sebelas kali
lipat dari jumlah anggota koperasi pada akhir Pelita I
Di bidang usaha, perkembangan selama PJP I juga cukup
menggembirakan. Pada akhir tahun keempat Pelita V jumlah simpanan anggota
koperasi sebesar Rp 1,1 triliun atau sekitar 35,6% dari jumlah modal usaha
koperasi sebesar Rp 3,2 triliun pada tahun yang sama. Sedangkan nilai usahanya
telah mencapai Rp 6,8 triliun. Jika dibandingkan dengan akhir Pelita I jumlah
simpanan anggota koperasi baru mencapai Rp 6,8 miliar atau sekitar 31,1% dari
jumlah modal usaha koperasi sebesar Rp 21,9 miliar pada tahun yang sama.
Sedangkan nulai usahanya baru mencapai Rp 61,5 miliar. Dengan demikian, selama
PJP I telah terjadi peningkatan yang sangat pesat dalam jumlah simpanan
anggota, modal usaha, dan nilai usaha koperasi secara keseluruhan. Peningkatan
yang pesat dari nilai usaha koperasi pada tahun keempat Pelita V dibanding pada
awal Pelita I berkaitan erat dengan perkembangan bidang usaha koperasi selama
PJP I.
Kemajuan ini cukup menggembirakan karena telah menunjukkan
bahwa koperasi sebagai gerakan ekonomi rakyat dan badan usaha semakin berperan
aktif dan terlibat lebih luas dalam berbagai kegiatan ekonomi serta sekaligus
telah meningkatkan kesejahteraab yang pada umumnya masih terbatas kemampuan
ekonominya. Keadaan ini antara lain merupakan hasil dari berbagai kebijakan perkoperasian,
kebijakan makro, dan sekaligus peran serta masyarakat anggota koperasi dalam
PJP I. Kebijaksanaan koperasi tersebut ditempuh melalui pembinaan kelembagaan
koperasi dan pengembangan usaha koperasi, dengan kegiatan yang meliputi
pendidikan, pelatihan, magang, penyuluhan dan penerangan, pembinaan dan
konsultasi, serta ditunjang pula dengan
berbagai kegiatan penelitian perkoperasian serta kebijaksanaan makro.
Sesuai degan tahapan pembangunan nasional dalam PJP I, peranan pembangunan
koperasi pada masa itu masih besar, terutama pada kegiatan yang bersifat
perintis dan kegiatan perekonomian lainnya yang belum sepenuhnya mampu
dilaksanakan sendiri oleh gerakan koperasi
c. Pembangunan
koperasi pada PJP II
Pembangunan koperasi
pada PJP II telah berhasil meningkatkan perannya dalam perekonomian nasional.
Hal ini terlihat antara lain dengan semakin tumbuhnya kesadaran masyarakat
mengenai koperasi. Memasuki PJP II perlu lebih dikenal adanya berbagai
tantangan yang akan dihadapi. Dengan memanfaatkan peluang dan mengatasi kendala
yang ada, diharapkan pembangunan koperasi pada PJP II akan lebih berhasil.
1)
Tantangan
Meskipun banyak hasil yang telah dicapai
dalam pembangunan koperasi sepanjang PJP I, masih banyak pula masalah yang
belum dapat diselesaikan, yang harus dilanjutkan dan ditingkatkan penanganannya
dalam PJP II, sebagai tantangan untuk mewujudkan cita-cita perekoperasian
seperti yang diamanatkan dalam UUD 1945.
Tantangan yang dihadapi itu, antara lain :
Tantangan yang dihadapi itu, antara lain :
a)
Bagaimana
mengembangkan koperasi menjadi badan usaha yang sehat, kuat, maju, dan mandiri,
serta memiliki daya saing sehingga mampu meningkatkan perannya dalam
perekonomian nasional sekaligus kesejahteraan anggotanya.
b)
Bagaimana
mewujudkan koperasi, baik sebagai badan usha maupun sebagai gerakan ekonomi
rakyat agar mampu berperan secara nyata dalam kegiatan ekonomi rakyat.
c)
Bagaimana
mewujukan koperasi sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berakar kuat dalam
masyarakat.
2)
Kendala
a)
Tingkat
kemampuan dan profesionalisme sumber daya manusia belum memadai.
b)
Lemahnya
struktur permodalan koperasi, rendahnya usaha pemupukan modal dari anggota dan
dari dalam koperasi itu sendiri, serta terbatasnya akses koperasi ke sumber
permodalan dari luar.
c)
Terbatasnya
penyebaran dan penyediaan teknologi bagi koperasi sehingga berpengaruh terhadap
rendahnya efisiensi dan daya saing koperasi.
d)
Mekanisme
kelembagaan dan sistem koperasi yang seharusnya berpijak pada prinsip koperasi
belum berjalan dengan baik.
e)
Masih kurangnya
kepercayaan dalam bekerja sama dengan pelaku ekonomi lainya dalam membentuk jaringan usaha.
f)
Kurang
memadainya sarana dan prasarana baik lembaga keuangan, produksi, dan pemasaran
yang mendukung koperasi.
g)
Kurangnya
kesadaran dan pemahaman masyarakat tentang koperasi serta kurangnya kepedulian
dan kepercayaan masyarakay terhadap koperasi.
3)
Peluang
Selaras dengan
perkembangan pembangunan yang dinamis dan pertumbuhan ekonomi, dalam Repelita VI terbuka
berbagai pelu-ang usaha yang dapat
dimanfaatkan dalam pengembangan koperasi. Terbukanya peluang yang dapat dimanfaatkan oleh koperasi
ini dilandasi oleh adanya hal-hal sebagai berikut :
a)
Aspek pemerataan
yang didahulukan dalam trilogi pembangunan membuka peluang yang lebih besar
bagi pembangunan koperasi.
b)
Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian sebagai landasan
hukum baru, mendorong koperasi untuk
berkonsolidasi untuk menjadi kekuatan ekonomi yang besar dan tangguh serta mampu
memanfaatkan peluang keterbukaan perekonomian Indonesia terhadap perekonomian
dunia.
c)
Adanya kemauan politik yang kuat dari
Pemerintah dan berkembangnya tuntutan masyarakat untuk lebih membangun koperasi
dalam rangka mewujudkan demokrasi ekonomi
yang berlandaskan Pancasila dan UUD
1945 serta adanya pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi sebagai hasil pembangunan selama ini, juga membuka peluang bagi koperasi.
d)
Terbukanya
perkonomian dunia berarti makin terbukanya pasar internasional yang dapat
dimanfaatkan oleh koperasi
e)
Perubahan struktur perekonomian nasional
menciptakan peluang untuk lebih berkembangnya koperasi.
f)
Pertumbuhan yang pesat di sektor industri yang akan
meningkatkan jumlah dan jenis perusahaan.
Keadaan ini menciptakan peluang bagi tumbuhnya koperasi karyawan baru.
d. Pembinaan
pengusaha kecil
Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi selama
PJP I, selain telah meningkatkan kesejahteraan rakyat juga telah
menumbuhkembangkan usaha besar, usaha menengah, usaha kecil dan koperasi.
Usaha kecil yang merupakan bagian integral
dunia usaha nasional mempunyai kedudukan, potensi, dan peranan yang sangat
penting dan strategis dalam mewujudkan tujuan pembangunan nasional pada umumnya
dan tujuan pembangunan ekonomi pada khususnya. Usaha kecil merupakan kegiatan
usaha yang mampu memperluas lapangan kerja dan mendirikan pelayanan ekonomi
yang luas pada masyarakat dapat berperan dalam proses pemerataan dan
peningkatan pendapatan masyarakat, serta mendorong pertumbuhan ekonomi dan
berperan dalam mewujudkan stabilitas nasional pada umumnya dan stabilitas
ekonomi pada khususnya.
Kenyataan menunjukkan bahwa usaha kecil masih
belum dapat mewujudkan kemampuan dan peranannya secara optimal dalam
perekonomian nasional. Hal itu disebabkan bahwa usaha kecil masih menghadapi
berbagai hambatan dan kendala, baik yang bersifat eksternal maupun internal,
dalam bidang produksi dan pengolahan, pemasaran, permodalan, sumber daya
manusia, dan teknologi, serta iklim usaha yang belum mendukung bagi
perkembangannya.
Dalam upaya untuk meningkatkan kesempatan dan
kemampuan usaha kecil, telah dikeluaarkan berbagai kebijaksanaan oleh
pemerintah tentang pencadangan usaha, pendanaan, dan pembinaan, tetapi usaha
kecil belum berhasil sebagaimana diharapkan. Selain itu, usaha kecil dihadapkan
pada era perdagangan yang bebas yang perlu diantisipasi.
Sehubungan dengan itu, usaha kecil perlu
memberdayakan diri dan diberdayakan dengan tetap berpijak kepada kerangka hukum
nasional yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945 demi terwujudnya demokrasi
ekonomi yang berdasar pada asas kekeluargaan. Pemberdayaan usaha kecil melalui
:
1)
Penumbuhan iklim usaha yang mendukung bagi pengembangan usaha kecil.
2)
Pembinaan dan pengembangan usaha kecil dan kemitraan usaha.
Pemberdayaan usaha kecil dilakukan oleh
pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat. Dengan memberdayakan usaha kecil,
diharapkan usaha kecil menjadi tangguh, mandiri, dan juga dapat berkembang
menjadi usaha menengah. Hal itu akan berdampak pada peningkatan produk
nasional, kesempatan kerja, ekspor, serta pemerataan hasil-hasil pembangunan,
serta pada gilirannya akan memberikan sumbangan yang besar terhadap penerimaan
negara. Selanjutnya akan dapat mewujudkan tatanan perekonomian nasional yang
sehat dan kukuh.
Agar pembinaan dan pengembangan usaha kecil
dapat berjalan sebagaimana yang diharapkan maka perlu suatu alat yang dapat
dijadikan sebagai pedoman dalam pelaksanaannya. Oleh karena itu, pemerintah
telah mengeluarkan Undang-undang No. 9 tahun 1995 tentang usaha kecil.
9. Pengertian Usaha Kecil
Usaha kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang
berskala kecil dan memenuhi kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan
tahunan serta kepemilikan sebagaimana diatur dalam Undang-undang No. 9 tahun
1995 tentang usaha kecil.
Maksud dari usaha kecil itu termasuk juga usaha
kecil informal dan usaha kecil tradisional. Usaha kecil informal adalah usaha
yang belum terdaftar, belum tercatat dan belum berbadan hukum, antara lain
petani penggarap, industri rumah tangga, pedagang asongan, pedagang keliling,
pedagang kaki lima dan pemulung. Sedangkan usaha kecil tradisional adalah usaha
yang menggunakan alat produksi sederhana yang telah digunakan turun temurun dan
atau berkaitan dengan seni dan budaya. Kegiatan ekonomi rakyat yang berskala
kecil adalah kegiatan ekonomi berskala kecil yang dimiliki dan menghidupi
sebagian besar rakyat.
10. Landasan Asas, dan Tujuan
Usaha Kecil
Pemberdayaan usaha kecil berlandaskan Pancasila
dan Undang-undang Dasar 1945. Pemberdayaan usaha kecil diselenggarakan atas
asas kekeluargaan, yang didalamnya terkandung nilai-nilai keadilan.
Tujuan pemberdayaan usaha kecil :
a.
Menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan usaha kecil menjadi usaha yang
tangguh dan mandiri serta dapat berkembang menjadi usaha menengah.
b.
Meningkatkan peranan usaha kecil dalam pembentukan produk nasional,
perluasan kesempatan kerja dan berusaha, peningkatan ekspor, serta peningkatan
dan pemerataan pendapatan untuk mewujudkan dirinya sebagai tulang punggung
serta memperkokoh struktur perekonomian nasional.
11. Kriteria Usaha Kecil
Kriteria usaha kecil adalah sebagai berikut :
a)
Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta
rupiah), tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.
b)
Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu
milyar rupiah).
c)
Milik warga negara Indonesia
d)
Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan
yang dimiliki, dikuasai, atau berafiliasi langsung maupun tidak langsung dengan
usaha menengah dan usaha besar.
12. Pembinaan dan Pengembangan Usaha Kecil
Pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat melakukan pembinaan dan pengembangan
Usaha Kecil dalam bidang:
a)
Produksi dan
pengolahan;
Pembinaan
dan pengembangan usaha kecil dalam bidang ini dapat dilakukan dengan :
1.
meningkatkan
kemampuan manajemen serta teknik produksi dan pengolahan;
2.
meningkatkan
kemampuan rancang bangun dan perekayasaan;
3.
memberikan
kemudahan dalam pengadaan sarana dan prasarana produksi dan pengolahan, bahan
baku, bahan penolong, dan kemasan.
b)
Pemasaran
Pembinaan dan
pengembangan usaha kecil dalam bidang pemasaran baik dalam dan luar negeri
dapat dilakukan dengan :
1.
melaksanakan
penelitian dan pengkajian pemasaran;
2.
meningkatkan
kemampuan manajemen dan teknik pemasaran;
3.
menyediakan
sarana serta dukungan promosi dan uji coba pasar;
4.
mengembangkan
lembaga pemasaran dan jaringan distribusi;
5.
memasarkan
produk Usaha Kecil.
c)
Sumber daya
manusia;
Pembinaan dan
pengembangan usaha kecil dalam bidang ini dapat dilakukan dengan :
1.
memasyarakatkan
dan membudayakan kewirausahaan;
2.
meningkatkan
keterampilan teknis dan manajerial;
3.
membentuk dan
mengembangkan lembaga pendidikan, pelatihan, dan konsultasi Usaha Kecil;
4.
menyediakan
tenaga penyuluh dan konsultan Usaha Kecil.
d)
Teknologi.
Pembinaan dan
pengembangan usaha kecil dalam bidang ini dapat dilakukan dengan :
1.
meningkatkan
kemampuan di bidang teknologi produksi dan pengendalian mutu;
2.
meningkatkan
kemampuan di bidang penelitian untuk mengembangkan desain dan teknologi baru;
3.
memberi
insentif kepada Usaha Kecil yang menerapkan teknologi baru dan melestarikan
lingkungan hidup;
4.
meningkatkan
kerjasama dan alih teknologi;
5.
meningkatkan
kemampuan memenuhi standardisasi teknologi;
6.
menumbuhkan dan
mengembangkan lembaga penelitian dan pengembangan di bidang desain dan
teknologi bagi Usaha Kecil.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
B. SARAN
Setelah membaca makalah ini saran-saran yang
penulis ajukan adalah sebagai berikut :
1. Bahwa dalam
makalah ini penulis menjelaskan tentang deregulasi dan birokratisasi dibidang
perekonomian
2. Makalah ini
sebagai tambahan pengetahuan umum.
3. Agar makalah
ini dapat dibaca oleh khalayak umum maka perlu disempurnakan, maka dari itu
penulis mohon bantuan para pembaca untuk memberi kritik dan saran.
DAFTAR PUSTAKA
Sumaatmaja, Nursed. 2003. KONSEP DASAR IPS. Jakarta : Pusat Penerbitan Universitas Terbuka
https://massofa.wordpress.com/2008/01/11/rangkuman-buku-konsep-dasar-ips-bag-2/

0 komentar:
Posting Komentar