Senin, 18 April 2016

DEREGULASI DAN BIROKRATISASI DI BIDANG PEREKONOMIAN

DEREGULASI DAN BIROKRATISASI DIBIDANG PEREKONOMIAN
Memasuki tahun 1980 an perekonomian Indonesia memasuki fase baru dengan dikeluarkankanyya kebijakkan deregulasi dan birokratisasi.Deregulasi dan birokratisasi pada dasarnya merupakan salah satu upaya dan tindakan konkret ( nyata ) yang dipergunakan untuk memperkuat dan meningkatkan daya saing perekonomian suatu Negara.
Kebijakan in pun ditempuh dan diterapkan oleh pemerintah Indonesia, guna menghadapi ketatnya persaingan di era perdagangan bebas yang dimulai pada tahun 2003 di kawasan ASEAN ( AFTA ). Hal ini dapat dimengerti mengingat inti dari perdagangan bebas adalah ketatnya persaingan antarnegara dan hilangnya hambatan tarif. Hal itu memaksa pemerintah mencari alternatif lain yang memungkinkan yakni menumbuhkan pelaku – pelaku ekonomi yang tangguh , dengan cara menyehatkan lingkungan dunia usaha, melalui serangkaian dregulasi sebagai berikut.
A.     SEKTOR KEUANGAN DAN PERBANKAN
Deregulasi perbankan 1 juni 1983 , merupakan langkah pertama pemerintah dalam memasuki iklim usaha. Melalui kebijakan ini bank – bank swasta dibebaskan menentukan tingkat suku bangsa deposito dan kredit. Serta menciptakan produk perbankan yang mampu menarik nasabah. Kebijakan ini mencapai puncaknya ketika pemerintah mengeluarkan Paket Oktober 1988 yang bertujuan untuk menyehatkan sistem perbankan Indonesia. DalamP aket 29 Januari 19990, Pemerintah mengubah kebijakan alokasi kredit terhadap usaha kecil dari mekanisme harga menjadi mekanisme kebijakan kuota atas jumlah potofolio kredit. Kebijakan diatas disusul dengan paket pebruari 1991 yang tujuannya membantu bank – bank baru. Melalui paket ini pemberian ijin pendirian bank – bank baru diperketat jika dibandingkan setelah Pakto 1988. Sejumlag 50% dari kredit portofolio bank asing ata campuran diwajibkan untuk mendukung ekspor ( kredit ekspor ). Paket ini dilengkapi dengan paket 14 maret 1991 yang tujuan terutama untuk memperkuat basis permodalan bank – bank dan memperketat pengawasan terhadap lembaga – lembaga keuangan. Langkah – langkah beru ini mengisyaratkan sistem perbankan untuk menyesuaikan diri dengan pedoman standrat bank internasional dengan rasio model terhadap kekayaan bank sebesar 8%.Masih dalam tahun 1991 , pemerintah mengeluarkan paket 19 November. Paket ini lebih merupakan petunjuk pelaksanaan bagi tim pinjaman komersial luar negeri ( PKLN ) dan dikeluarkan untuk mengawasi pinjaman komersial luar negeri yang terus membesar , agar tidak memberatkan neraca pembayaran. Akibatnya sejumlah mega proyek antri memperoleh pinjman luar negeri. Pemerintah juga mengeluarkan batas plafon pinjaman yang boleh disedot untuk setiap tahun viskal adalah US$ 1,500 Milliar. Bank – bank dan LKBB pelaksana penyalran pinjaman luar negri juga di kontrol. Untuk mega proyek diatas US$ 20 juta, semua peminjaman baik itu bank pemerintah, bank swasta /LKBB, perusahaan swasta maupun BUMN perlu mendapat izin dari tim PKLN bila hendak meminjam dana dari luar negeri. Paket Mei 1993 sebagai penyempurnaan pakjan 1990 , memberikan kelonggaran kepada sektor perbankan dalam memberikan kredit kepada dunia usaha sehingga kegiatan ekonomi kembali berputar. Beberapa ketentuan Paket Mei 1993 yang melonggarkan pelaksanaan ketentuan KUK antara lain sebgai berikut :
1.      Plafon kredit yang dihitung sebagai KUK dinaikkan dari Rp. 200 juta menjadi maksimum Rp 250 juta.
2.      Cakupan kredit kecil meliputi semua Rp 25 juta tanpa melihat penggunaanya.
Kebijakan yang begitu liberal tersebut sangat merugikan pengusaha kecil , yang tidak memiliki jaminan tambahan serta persyaratan formal lainnya untuk memperoleh kredit perbankan. Akibatnya tujuan untuk mengoreksi kelemahan kebijakan yang terdahulu hanya memperkokoh posisi pengusaha besar. Serangkaian deregulasi bidang menoter tahun 1990-an tersebut pada dasarnya merupakan langkah lanjutan yang menunjukkan kesungguhan pemerintah dalam memperbaiki iklim dunia usaha dan meningkatlkan efisiensi perekonomian nasional. Namun efek negatifnya adalah perbankan menjadi rentan.
B.     SEKTOR PERDAGANGAN
Pembangunan perdagangan diarahkan pada terciptanya sistem perdagangan nasional yang makin efisien dan efektif , mampu memanfatkan dan memperluas pasar serta membentuk harga yang wajar dan memperkokoh kesatuan ekonomi nasional dalam rangka perwujudan wawasan nusantara.
Pembangunan perdagangan ditunjukan untuk memperlancar arus barang dan jasa dalam rangka menunjang peningkatan produksi dan daya saing. Meningkatkan pendapatan produsen terutama produsen hasil pertanian rakyat dan pedagang , melindugi kepentingan konsumen , memperluar kesempatan usaha dan lapangan kerja , serta meningkatkan penerimaan devisa negara.
Dengan terbukanya perekonomian dunia bearti makin terbukanya pasar internasional yang dapat memanfaatkan oleh dunia usaha nasional. Pasar dalam negeri akan dimanfaatkan oleh dunia usaha internasional.
Sebagai implementasi dari hal tersebut di atas maka pemerintah sejak 1985 telah melakukan berbagai deregulasi disektor perdagangan. April 1985 pemerintah telah memangkas hambatan tarif. Selanjtnya bea masuk untuk barang barang modal import dihapuskan melalui paket 6 Mei 1986 dan Mei 1990. Paket Oktober 1993 merupakan kebijakan lebih lanjut yang berisi bidang ekspor dan impor serta tarif bea masuk dan tata niaga impor. Kebijakan Paket 23 Mei 1995 dibidang perdagangan ini adalah menurunkan sejumlah 6.030 pos tarif. 
Sentuhan deregulasi disektor perdagangan ini merupakan komitmen pemerintah untuk mengembangkan dunia usaha nasional agar mempunyai daya saing yang tinggi dan pemenuhan perjanjian internasional.
C.     BIDANG INVESTASI
Dalam rangka memacu penanaman modal , pemerintah pada tahun 1991 , mengeluarkan kebijakan penyederhanaan tata cara penanaman modal dan mengurangi daftar negative investasi ( DNI ) dari sebanyak 75 buah menjadi 60 buah.daftar negatii ini merupakan daftar dari sektor – sektor yang tidak boleh adanya investasi asing. Dengan DNI baru ini berarti terbuka kesempatan investasi dibidang industri kendaraan dan kendaraan roda 2 , dengan syarat 65 % dari hasil produksinya untuk ekspor 
Kebijakan investasi ini dilanjutkan dengan paket juli 1992 yang berisi penguranagan DNI menjadi 51 buah , penyederhanaan prosedur penamaan modal, pemanfaatan hak guna usaha dan patungan untuk jangka waktu 30 tahun.
Deregulasi terus berlanjut dengan dikeluarkan paket juni 1993 di sector riil termasuk sector industri otomotif. Dalam sector riil ini berisi penurunan sejumlah tarif, pelonggaran tata niaga dan serangkaian upaya mendorong ekspor nonmigas. Deregulasi dibidang otomotif , anatara lain menyangkut pemberian insentif berupa keringanan bea masuk atas impor komponen otomotif terhadap industri otomotif yang melakukan peningkatan kandungan lokal kendaraan yang di produksinya, dan pembukaan keran impor kendaraan dalam bentuk secara utuh.      Deregulasi paket juni 1993 ini bertujuan untuk meningkatkan investasi dalam rangak PMA dan PMDN. Kebijakan berikut yang cukup mendasar adalah PP No. 20 tahun 1994, bahwa pemerintah memberi kesempatan kepada PMA untuk melakukan investasi langsung kedaerah tingkat II.
Paket – paket deregulasi tersebut di atas, selalu diperbaiki dan disesuaikan dengan tantangan dan kondisi internal dan eksternal yang terus berubah.semua usaha itu dimaksudkan untuk menarik lebih banyak lagi investasi asing , agar masuk ke Indonesia. Selain itu , dalam rangka meningkatkan efisiensi perekonomian nasional, membebaskan ekonomi biaya tinggi dan meningkatkan ekspor nonmigas.
1.      Dampak Deregulasi dan Birokratisasi dibidang Perekonimian
a.       Sektor Keuangan dan Perbankan
Pertumbuhan ekonomi secara rata – rata antara 6 – 7,5 % per tahun sepanjang periode 1988- 1994, telah mendorong peningkatan pasokan uang dalam masyarakat. Hal ini sebagai akibat langsung dari kemajuan di sector riil maupun sector moneter. Dana yang berhasil dikumpulkan oleh pihak perbankan mengalami perkembangan yang cukup pesat dari tahun ke tahun. Setelah deregulasi perbankan pada bulan Oktober 1988 , pengumpulan dan pengarahan dalam mengalami pertumbuhan yang luar biasa besarnya berkisar antara 30 % sampai dengan 50 % per tahun selama tahun 1988 – 1990. Bila pada tahun 1988 dana yang terkumpul sebesar Rp 37,5 triliun maka pada tahun 1995 berjumlah 176,8 triliun rupiah. Meskipun demikian , dana yang terkumpul tersebut masih jauh dibawah jumlah kredit yang disalurkan setiap tahun.
Selain itu , pasar modal sebagai salah satu instrument sector keuangan dan perbankan mengalami pertumbuhan yang sangat pesat akibat berbagai deregulasi itu. Kapitalisasi pasar modal pada tahun 1988 berjumlah Rp 186,5 Miliar yang terdiri dari 125 saham perusahaan. Pada akhir tahun 1993 telah mencapai 69,29 triliun rupiah.
peran perbankan dalam pembiayaan investasi telah meningkat secara signifikan. Berdasarkan neraca arus dana , pada tahun 1984 hanya 20 % dari investasi swasta dibiayai melalui kredit perbankan , tetapi pada tahun 1990 angka ini telah meningkat menjadi 71 %.
b.      Sektor perdagangan
Deregulasi tarif yang diterapkan oleh Indonesia hingga akhir 1990-an tampaknya memenuhi sasaran karena cuukup berhasil meningkatkan afisiensi daya saing indrusti , volume produksi dan nilai ekspor.
Menurut beberapa pakar ekonomi dalam negeri , bahwa deregulasi yang dikeluarkan sejak 1990 – an ini sudah memperlihatkan kecenderungan kemanfaatannyang meurun karena masalah utama yang dihadapi oleh sektor industri nasional sekarang adalah setrukturnya yang makin terkonsentrasi. Banyak industri di Indonesia bahkan yang bertarif rendah pun , memilki struktur yang monopolistic. Selain itu , konsentrasi tersebut lebih banyak terjadi di industri hulu. Akibatnya , harga produk hilir yang dihasilkan menjadi mahal.
2.      Koperasi di Indonesia
a.       Sejarah koperasi.
Di lihat dari sejarahnya,koperasi lahir di benua eropa sebagai akibat kesesengsaraan. Adanya revolusi industry sebagai akibat dari kemajuan ilmu pengetahuan, yang di tandai dengan benyaknya penemuan- penemuan baru di bidang industry dan perdagangan. Sepertinya misalnya mesin tenun dan mesin uap, listrik dan lain sebgaianya membawa dampak negative terhadap pengusaha kecil dan . Bagi pengusaha kecil terancam bangkrut karena kalah saing dengan pengusaha besar. Hal ini di sebabkan karena pengusaha besar telah menggunakan mesin – mesin yang dapat menghasilkan barang produksi dalam jumlah yang besar. Sedangkan pengusaha kecil masih menggunakan cara manual ( menggunakan tangan ) dengan produk yg kecil.
b.      Perintis timbulnya gerakan koperasi
Bagaimana dengan koperasi Indonesia ? koperasi Indonesia telah melintasi perjalanan yang cukup panjang. Di mulai dari abad 19 sampai sekrang  ,dengan me;ewati masa penjajahanbbelanda dan jepang.
Koperasi sebagai gerakan rakyat baru muncul pada tahun 1908. Seiring dengan terbentuknya organisasi pergerakan budi utomo. Yang salah satunya kiprahnya membentuk koperasi konsumsi dengan nama “ took adil “ .di samping itu sejak tahun 1913 serekat islam juga mengambil peranan yang aktif dalam mendirikan  koperasi konsumsi dan koperasi industry kecil dan kerajinan di berbagai tempat. Sejak saat itulah arus gerakan koperasi internasional mulai masuk mempengaruhi gerakan koperasi di Indonesia. Yaitu melalui penggunaan sendi sendi dasar atau prinsip-  prinsip rochalde :
1.      Barang – barang yang di jual harus asli dengan timbangan yang benar
2.      Penjualan dengan tunai.
3.      Harga penjualan menurut harga pasar
4.      Sisa hasil usaha di bagi menurut perimbangan jumlah belanja
5.      Masing – masing anggota mempunyai satu suara
6.      Bersikap netral terhadap politik dan agama
Keenam prinsip tersebut di jadikan dasar koperasi di seluruh dunia, meskipun ada beberapa tambahan dasar yang di sesuaikan berdasarkan kondisi suatu Negara   seperti :
1.      keanggotaan  berdasarkan sukarela
2.      bunga atas modal di batasi
3.      semua anggota menyumbang permodalan
pada tahun 1915 keluarlah peraturan mengenai perkumpulan koperasi no 431yang berlaku untuk setiap bangsa di Indonesia. Dan pada tahun 1920 terbentuk pantia koperasi yang terbentuk oleh pantia koperasi yang di pimpin Dr. J. H Boeke untuk meneliti apakah koperasi bermanffat bagi bangsa Indonesia. Dalam laporan di katakana bahwa sebaiknya pemerintah colonial belanda lebih aktif membantu pengembangan koperasi. Oleh karena itu pada tahun 1927, lahirlah peraturan koperasi no 91 yang isinya tentang lebih baik bila dibandingkan dengan peraturan koperasi no 431. Semangat masyrakat untuk berkoperasi mulai tambah kembali, tercatat pada tahun 1932. Jumlha koperasi yang ada di Indonesia 1712 koperasi. Untuk membentuk modal yang leboh besar dalam gerakan koperasi maka pada tahun 1936 di bentuk ,Gabungan Pusat Koperasi Indonesia ( Moeder Central )
c.       Masa 1945 – 1966
System perekonomian di Indonesia mengalami perubahan setelah Indonesia merdeka pada tanggal 17 agustus 1945 . system ekonomi liberal yang semula di terapkan oleh pemerintah colonial belanda , dan system ekonomi fasis yang dijalankan oleh pemerintah jepang berubah menjadi system perekonomian berdasarkan kekeluargaan. Berdasarkan pasal 33 UUD 1945 dan penjelasannya ,bahwa bangun perusahaan yang sesuai dengan system perekonomian di Indonesia adalah koperasi. Agar pembangunan koperasi sejalan dan memenuhi jiwa pasal 33 UUD 1945 maka pada tahun 1946 di bentuk Jawatan koperasi yang mempunyai tugas mengurus dan menangani pembinaan gerakan koperasi.
Berbagai upaya untu meluruskan kembali keberadaan koperasi sebagai lembaga ekonomi yang berwatak social dengan salah satu prinsip dasarnya adalah bersikap netral terhadap politik dan agama. Salah satu usaha penelusuran itu adalah menyelenggarakan kongres 1 pada tanggal 11- 14 juli di tasikmalaya, yang menasilkan keputusan :
1.      Terwujudnya kesepakatan untuk mendirikan SOKRI ( Sentral Organisasi Koperasi Rakyat Indonesia )
2.      Ditetapkannya asas koperasi Indonesia yaitu : berdasarkan asas kekeluargaan dan gotong royong
3.      Ditetapkan anggal 12 juli sebagai “Hari Koperasi Indonesia”
4.      Diperuas pengertian dan pendidikan tentang koperasi , agar para anggota lebih loya terhadap koperasi.
Sokri di anggap belum dapat berfungsi sebagai mestinya .oleh karena itu, gerakan koperasi sepakat untuk mengadakan Kongress II yand diadakan di bandung pada tanggal 15 – 17 juli 1953. Ang menghasilkan keputusan :
1.      Mendirikan sebuah badan pemusatan pimpinan koperasi untuk seluruh Indonesia yang di namakan “Dewan Koperasi Indonesia “
2.      Mewajibkan Dewan Koperasi Indonesia untuk mendirikan lembaga pendidikan koperasi dan sekolah menengah koperasi di setiap propinsi
3.      Mengangkat Bung Hatta sebagai Bapak Koperasi Indonesia
4.      Membuat undang – undang koperasi.
d.      Masa Orde Baru
Munculnya pemberontakan G30S/PKI menyebabkan lahirnya orde baru dalam memimpin negri ini,yang membuka cakrawala baru bagi pertumbuhan dan perkembangan kehidupan perkoperasian Indonesia. Pemerintah melakukan perubahan dan perbaikan yang mendasar dibidang perkoperasian sesuai dengan UUD 1945. Masalah pengembangan dan pembinaan koperasi ditangani oleh Departemen Perdagangan Melalui Departemen Koperasi. Koperasi kemudian dikembalikan kepada fungsinya, yaitu koperasi harus bekerja berdasarkan asa dan sendi dasar yang sebenarnya, koperasi sebagai alat demokrasi ekonomi harus menegakkan asas demokrasi dengan kekuasaan tertinggi ada pada rapat anggota.
Kehidupan koperasi dalam suasana yang berbeda menyebabkan diperlukanya UU koperasi yang sesuai dengan keadaanya.maka pemerintah menyusun UU koperasi No. 12 tahun 1967. Untuk mengatisipasi hal tersebut maka pemerintah berhasil menyusun Undang-undang Koperasi No. 12 Tahun 1967. UU yang baru ini mencantumkan landasan koperasi Indonesia terdiri dari landasan ideal yaitu Pancasila, landasan struktural yaitu UUD 1945, landasan gerak yaitu pasal 33 UUD 1945, dan landasan mental yaitu setia kawan dan kepribadian. Landasab koperasi ini merupakan hal yang sangat penting karena landasan ini dimaksudkan sebagai pedoman atau suatu dasar bagi kehidupan koperasi itu sendiri, bagik sebagai dasar bagi setiap pemikiran yang menentukan arah tujuan koperasi itu sendiri maupun sebagai koperasi di dalam perekonomian bangsa dan negara.
Koperasi merupakan salah satu pelaku ekonomi di Indonesi, hal ini dapat dilihat pada penjelasan pasal 33 UUD 1945 adalah koperasi. Penjelasan Pasal 33 ini menepatkan koperasi baik dalam kedudukan sebagai sokoguru perekonomian nasional atau sebagai bagian integral tat perekonomian nasional. Dengan memperhatikan kedudukan koperasu seperti tersebut di atas maka peran koperasi sangatlah penting dalam menumbuhkan dan mengembangkan ekonomi yang mempunyai ciri-ciri demokratis, kebersamaan, kekeluargaan dan keterbukaan. Dalam kehidupan ekonomi seperti itu, seharusnya koperasi memiliki ruang gerak dan kesempatan  usaha yang luas yang menyangkut kepentingan ekonomi rakyat. Tetapi dalam perkembangan ekonomi yang berjalan demikian cepat, pertumbuhan koperasi selama ini belum sepenuhnya menampakkan wujud dan perannya sebagaimana dimaksud di dalam UUD 1945. Demikian pula peraturan perundang-undangan yang ada masih belum sepenuhnya menampung hal-hal yang diperlukan untuk menunjang terlaksananya koperasi baik sebagai badan usaha maupun sebagai gerakan ekonomi rakyat. Oleh karena itu, untuk menyelaraskan dengan perkembangan lingkunga yang sanga5 dinamis, perlu adanya landasan hukum baru yang mampu mendorong koperasi agar dapat tumbuh dan berkembnag menjadi lebih kuat dan mandiri.
Pembangunan koperasi perlu diarahkan sehingga semakin berperan dalam perekonomian nasional. Pengembangan diarahkan agar koperasi benar-benar menerapkan prinsip-prinsip koperasi dan kaidah usaha ekonomi. Dengan demikian koperasi akan merupakan organisasi ekono mi yang mantap, demokrasi, otonom, partisipasif, dan berwatak sosial. Pembinaan koperasi pada dasarnya dimaksudkan untuk mendorong agar koperasi menjalankan kegiatan usaha dan berperan utama dalam kehidupan ekonomi rakyat.
Atas dasar pokok pikiran di atas maka pemerintah mengeluarkan Undang-undang tentang perkoperasian No. 25 tahun 1992. UU ini menegaskan bahwa pemberian status badan hukum koperasi, pengesahan perubahan anggaran dasar, dan pembinaan koperasi merupakan wewenang dan tanggung jawab pemerintah. Dalam pelaksanaannya, pemerintah dapat melimpahkan wewenang tersebut kepada menteri yang membidangi koperasi. Namun demikian hal ini tidak berarti bahwa pemerintah mencampuri urusan internal organisasi koperasi dan tetap memperhatikan prinsip kemandirian koperasi.
Pemerintah baik di pusat maupun di daerah, menciptakan dan mengembangkan iklim serta kondisi yang mendorong pertumbuhan dan pemasyarakatan koperasi. Demikian juga pemerintah memberikan bimbingan, kemudahan, dan perlindungan kepada koperasi. Selanjutnya pemerintah dapat menetapkan  bidang kegiatan ekonomi yang hanya dapat diusahakan oleh koperasi. Selain itu pemeirntah juga dapat menetapkan bidang kegiatan ekonomi di suatu wilayah tertentu yang telah berhasil diusahakan oleh koperasi untuk tidak diusahakan oleh badan usaha lainnya. Hal tersebut dilakukan dengan memperhatikan kepentingan ekonomi nasional dan perwujudan pemerataan kesempatan berusaha.
Undang-undang ini juga memberikan kesempatan bagi koperasi untuk memperkuat permodalan melalui pengerahan modal penyertaan baik dari anggota maupun bukan anggota.  Dengan kemungkinan ini, koperasi dapat lebih menghimpun dana untuk pengembangan usahanya. Sejalan dengan itu dalam UU ini ditanamkan pemikiran ke arah pengembangan pengelolahan secara profesional
Berdasarkan hal tersebut di atas, UU ini disusun dengan maksud untuk memperjelas dan mempertegas jati diri, tujuan, kedudukan, peran, manajemen, keusahaan, dan permodalan koperasi serta pembinaan koperasi sehingga lebih menjamin terwujudnya kehidupan koperasi sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 33 UUD 1945.
Beberapa hal yang menyangkut tentang perkoperasian berdasarkan UU No. 25/1992, antara lain:
3.      Ketentuan umum                   
1.         Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatanya berdasarkan prinsip-prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat berdasarkan atas asas kekeluargaan.
2.         Perkoperasian adalah segala sesuatu yang menyangkut kehidupan koperasi.
3.         Koperasi primer adalah koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan orang-seorang.
4.         Koperasi sekunder adalah koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan koperasi.
5.         Gerakan koperasi adalah keseluruhan organisasi koperasi dan kegiatan perkoperasian yang bersifat terpadu menuju tercapainya cita-cita bersama.
4.  Landasan, Asas, dan Tujuan
Koperasi berlandaskan Pancasila dan UUD 1945 serta berdasar atas asas kekeluargaan. Sedangkan tujuan koperasi adalah memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan makmur.
5.  Fungsi, Peran, Dan Prinsip  Koperasi
Fungsi dan peran koperasi adalah memebangun dan mengembangkan potensi dan kemempuan ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya, untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan social; berperan aktif dalam upaya memepertinggi meningkatkan kualitas kehidupan manusia dan masyarakat;memperkokoh perekonomian rakyat sebagai sokogurunya; berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang merupakan usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi. Sedangkan prinsip koperasi adalah
a)      Keanggotaan bersifat terbuka.
b)      Pengelolaan dilakukan secara demokratis.
c)      Pembagian sisa hasil usaha dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya usaha masing-masing anggota.
d)     Pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal.
e)      Kemandirian.
Dalam mengembangkan koperasi, maka koperasi dilaksnakan pula prinsip sebai berikut:
a)    Pendidikan perkoperasian.
b)   Kerja sama antar koperasi.
7.  Perangkat Organisasi
a)    Rapat anggota, sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam koperasi.
b)    Pengurus, merupakan pemegang kuasa dari rapat anggota.
c)    Pengawas, ditunjuk oleh rapat anggota untuk melakukan pengawasan terhadap pengelolaan koperasi.

a.       Pemodalan
Modal terdiri dari modal sendiri dan modal pinjaman. Modal sendiri dapat berasal dari simpanan pokok, simpanan wajib, dana cadangan, dan hibah. Sedangkan modal pinjaman dapat berasal dari anggota, koperasi lain dan atau anggotanya, bank dan lembaga keuangan lainnya, penerbitan obligasi dan surat utang lainnya, dan sumber lain yang sah.
b.      Pembanguna Koperasi dalam PJP I
      Pembangunan koprasi mutlak diperlukan dalam upaya pembanguan ekonomi nasioanl karena merupakan amanat konstitusi. Selain ittu, koperasi merupakan wadah yang paling tepat untuk menggalang kekuatan ekonomi rakyat dalam rangka mewujudkan demoktasi ekonomi. Oleh karena itu, pembangunan koperasi merupakan tugas dan tanggung jawab bersama rakyat dan pemerintah, yang harus dilaksanakan dalam rangka menumbuhkan kemajuan dan kemandirian manusia dan masyarakat Indonesia. Pembangunan koperasi dalam PJP I telah menunjukkan berbagai keberhasilan yang amat berarti, baik ditinjau dari koperasi, jumlah anggota koperasi, maupun nilai usaha koperasi. Koperasi juga telah terlihat dan berperan aktif dalam kegiatan ekonomi rakyat serta mulai dapat meningkatkan kesejahteraan para anggotanya.
      Sampai dengan tahun keempat Pelita V telah terdapat sebanyak 39.031 buah koperasi, yang terdiri atas 8.749 koperasi unit desa (KUD) dan 30.282 koperasi non-KUD, yang tersebar di seluruh Indonesia. Dengan demikian, jumlah koperasi pada tahun keempat Pelita V ini hampir mencapai dua kali lipat dari jumlah koperasi pada akhir  Pelita I 19.975.
      Sejalan dengan pertumbuhan koperasi, jumlah anggota koperasi pun telah meningkat dengan pesat. Pada akhir tahun keempat Pelita V terdapat sebanyak 33,7 juts orang anggota koperasi primer yang terdiri atas 20,5 juta orang anggota KUD dan 13,2 juta orang anggota koperasi non-KUD. Dengan demikian, secara keseluruhan jumlahnya telah mencapai lebih dari sebelas kali lipat dari jumlah anggota koperasi pada akhir Pelita I
      Di bidang usaha, perkembangan selama PJP I juga cukup menggembirakan. Pada akhir tahun keempat Pelita V jumlah simpanan anggota koperasi sebesar Rp 1,1 triliun atau sekitar 35,6% dari jumlah modal usaha koperasi sebesar Rp 3,2 triliun pada tahun yang sama. Sedangkan nilai usahanya telah mencapai Rp 6,8 triliun. Jika dibandingkan dengan akhir Pelita I jumlah simpanan anggota koperasi baru mencapai Rp 6,8 miliar atau sekitar 31,1% dari jumlah modal usaha koperasi sebesar Rp 21,9 miliar pada tahun yang sama. Sedangkan nulai usahanya baru mencapai Rp 61,5 miliar. Dengan demikian, selama PJP I telah terjadi peningkatan yang sangat pesat dalam jumlah simpanan anggota, modal usaha, dan nilai usaha koperasi secara keseluruhan. Peningkatan yang pesat dari nilai usaha koperasi pada tahun keempat Pelita V dibanding pada awal Pelita I berkaitan erat dengan perkembangan bidang usaha koperasi selama PJP I.
      Kemajuan ini cukup menggembirakan karena telah menunjukkan bahwa koperasi sebagai gerakan ekonomi rakyat dan badan usaha semakin berperan aktif dan terlibat lebih luas dalam berbagai kegiatan ekonomi serta sekaligus telah meningkatkan kesejahteraab yang pada umumnya masih terbatas kemampuan ekonominya. Keadaan ini antara lain merupakan hasil dari berbagai kebijakan perkoperasian, kebijakan makro, dan sekaligus peran serta masyarakat anggota koperasi dalam PJP I. Kebijaksanaan koperasi tersebut ditempuh melalui pembinaan kelembagaan koperasi dan pengembangan usaha koperasi, dengan kegiatan yang meliputi pendidikan, pelatihan, magang, penyuluhan dan penerangan, pembinaan dan konsultasi, serta ditunjang pula dengan  berbagai kegiatan penelitian perkoperasian serta kebijaksanaan makro. Sesuai degan tahapan pembangunan nasional dalam PJP I, peranan pembangunan koperasi pada masa itu masih besar, terutama pada kegiatan yang bersifat perintis dan kegiatan perekonomian lainnya yang belum sepenuhnya mampu dilaksanakan sendiri oleh gerakan koperasi
c.  Pembangunan koperasi pada PJP II
       Pembangunan koperasi pada PJP II telah berhasil meningkatkan perannya dalam perekonomian nasional. Hal ini terlihat antara lain dengan semakin tumbuhnya kesadaran masyarakat mengenai koperasi. Memasuki PJP II perlu lebih dikenal adanya berbagai tantangan yang akan dihadapi. Dengan memanfaatkan peluang dan mengatasi kendala yang ada, diharapkan pembangunan koperasi pada PJP II akan lebih berhasil.
1)      Tantangan
       Meskipun banyak hasil yang telah dicapai dalam pembangunan koperasi sepanjang PJP I, masih banyak pula masalah yang belum dapat diselesaikan, yang harus dilanjutkan dan ditingkatkan penanganannya dalam PJP II, sebagai tantangan untuk mewujudkan cita-cita perekoperasian seperti yang diamanatkan dalam UUD 1945.
Tantangan yang dihadapi itu, antara lain :
a)      Bagaimana mengembangkan koperasi menjadi badan usaha yang sehat, kuat, maju, dan mandiri, serta memiliki daya saing sehingga mampu meningkatkan perannya dalam perekonomian nasional sekaligus kesejahteraan anggotanya.
b)      Bagaimana mewujudkan koperasi, baik sebagai badan usha maupun sebagai gerakan ekonomi rakyat agar mampu berperan secara nyata dalam kegiatan ekonomi rakyat.
c)      Bagaimana mewujukan koperasi sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berakar kuat dalam masyarakat.
2)      Kendala
a)      Tingkat kemampuan dan profesionalisme sumber daya manusia belum memadai.
b)      Lemahnya struktur permodalan koperasi, rendahnya usaha pemupukan modal dari anggota dan dari dalam koperasi itu sendiri, serta terbatasnya akses koperasi ke sumber permodalan dari luar.
c)      Terbatasnya penyebaran dan penyediaan teknologi bagi koperasi sehingga berpengaruh terhadap rendahnya efisiensi dan daya saing koperasi.
d)     Mekanisme kelembagaan dan sistem koperasi yang seharusnya berpijak pada prinsip koperasi belum berjalan dengan baik.
e)      Masih kurangnya kepercayaan dalam bekerja sama dengan pelaku ekonomi lainya dalam  membentuk jaringan usaha.
f)       Kurang memadainya sarana dan prasarana baik lembaga keuangan, produksi, dan pemasaran yang mendukung koperasi.
g)      Kurangnya kesadaran dan pemahaman masyarakat tentang koperasi serta kurangnya kepedulian dan kepercayaan masyarakay terhadap koperasi.
3)      Peluang
Selaras dengan perkembangan pembangunan yang dinamis dan pertumbuhan ekonomi, dalam Repelita VI terbuka berbagai pelu­-ang usaha yang dapat dimanfaatkan dalam pengembangan koperasi. Terbukanya peluang yang dapat dimanfaatkan oleh koperasi ini dilandasi oleh adanya hal-hal sebagai berikut :
a)      Aspek pemerataan yang didahulukan dalam trilogi pembangunan membuka peluang yang lebih besar bagi pembangunan koperasi.
b)      Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian sebagai landasan hukum baru, mendorong koperasi untuk berkonsolidasi untuk menjadi kekuatan ekonomi yang besar dan tangguh serta mampu memanfaatkan peluang keterbukaan perekonomian Indonesia terhadap perekono­mian dunia.
c)      Adanya kemauan politik yang kuat dari Pemerintah dan berkembangnya tuntutan masyarakat untuk lebih membangun koperasi dalam rangka mewujudkan demokrasi ekonomi yang berlandaskan Panca­sila dan UUD 1945 serta adanya pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi sebagai hasil pembangunan selama ini, juga membuka peluang bagi koperasi.
d)     Terbukanya perkonomian dunia berarti makin terbukanya pasar internasional yang dapat dimanfaatkan oleh koperasi
e)      Perubahan struktur perekonomian nasional menciptakan peluang untuk lebih berkembangnya koperasi.
f)       Pertumbuhan yang pesat di sektor industri yang akan meningkatkan jumlah dan jenis perusahaan. Keadaan ini menciptakan peluang bagi tumbuhnya koperasi karyawan baru.
d. Pembinaan pengusaha kecil
Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi selama PJP I, selain telah meningkatkan kesejahteraan rakyat juga telah menumbuhkembangkan usaha besar, usaha menengah, usaha kecil dan koperasi.
Usaha kecil yang merupakan bagian integral dunia usaha nasional mempunyai kedudukan, potensi, dan peranan yang sangat penting dan strategis dalam mewujudkan tujuan pembangunan nasional pada umumnya dan tujuan pembangunan ekonomi pada khususnya. Usaha kecil merupakan kegiatan usaha yang mampu memperluas lapangan kerja dan mendirikan pelayanan ekonomi yang luas pada masyarakat dapat berperan dalam proses pemerataan dan peningkatan pendapatan masyarakat, serta mendorong pertumbuhan ekonomi dan berperan dalam mewujudkan stabilitas nasional pada umumnya dan stabilitas ekonomi pada khususnya.
Kenyataan menunjukkan bahwa usaha kecil masih belum dapat mewujudkan kemampuan dan peranannya secara optimal dalam perekonomian nasional. Hal itu disebabkan bahwa usaha kecil masih menghadapi berbagai hambatan dan kendala, baik yang bersifat eksternal maupun internal, dalam bidang produksi dan pengolahan, pemasaran, permodalan, sumber daya manusia, dan teknologi, serta iklim usaha yang belum mendukung bagi perkembangannya.
Dalam upaya untuk meningkatkan kesempatan dan kemampuan usaha kecil, telah dikeluaarkan berbagai kebijaksanaan oleh pemerintah tentang pencadangan usaha, pendanaan, dan pembinaan, tetapi usaha kecil belum berhasil sebagaimana diharapkan. Selain itu, usaha kecil dihadapkan pada era perdagangan yang bebas yang perlu diantisipasi.
Sehubungan dengan itu, usaha kecil perlu memberdayakan diri dan diberdayakan dengan tetap berpijak kepada kerangka hukum nasional yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945 demi terwujudnya demokrasi ekonomi yang berdasar pada asas kekeluargaan. Pemberdayaan usaha kecil melalui :
1)      Penumbuhan iklim usaha yang mendukung bagi pengembangan usaha kecil.
2)      Pembinaan dan pengembangan usaha kecil dan kemitraan usaha.
Pemberdayaan usaha kecil dilakukan oleh pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat. Dengan memberdayakan usaha kecil, diharapkan usaha kecil menjadi tangguh, mandiri, dan juga dapat berkembang menjadi usaha menengah. Hal itu akan berdampak pada peningkatan produk nasional, kesempatan kerja, ekspor, serta pemerataan hasil-hasil pembangunan, serta pada gilirannya akan memberikan sumbangan yang besar terhadap penerimaan negara. Selanjutnya akan dapat mewujudkan tatanan perekonomian nasional yang sehat dan kukuh.
Agar pembinaan dan pengembangan usaha kecil dapat berjalan sebagaimana yang diharapkan maka perlu suatu alat yang dapat dijadikan sebagai pedoman dalam pelaksanaannya. Oleh karena itu, pemerintah telah mengeluarkan Undang-undang No. 9 tahun 1995 tentang usaha kecil.
9.       Pengertian Usaha Kecil
Usaha kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dan memenuhi kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan serta kepemilikan sebagaimana diatur dalam Undang-undang No. 9 tahun 1995 tentang usaha kecil.
Maksud dari usaha kecil itu termasuk juga usaha kecil informal dan usaha kecil tradisional. Usaha kecil informal adalah usaha yang belum terdaftar, belum tercatat dan belum berbadan hukum, antara lain petani penggarap, industri rumah tangga, pedagang asongan, pedagang keliling, pedagang kaki lima dan pemulung. Sedangkan usaha kecil tradisional adalah usaha yang menggunakan alat produksi sederhana yang telah digunakan turun temurun dan atau berkaitan dengan seni dan budaya. Kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil adalah kegiatan ekonomi berskala kecil yang dimiliki dan menghidupi sebagian besar rakyat.
10.     Landasan Asas, dan Tujuan Usaha Kecil
Pemberdayaan usaha kecil berlandaskan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. Pemberdayaan usaha kecil diselenggarakan atas asas kekeluargaan, yang didalamnya terkandung nilai-nilai keadilan.
Tujuan pemberdayaan usaha kecil :
a.       Menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan usaha kecil menjadi usaha yang tangguh dan mandiri serta dapat berkembang menjadi usaha menengah.
b.      Meningkatkan peranan usaha kecil dalam pembentukan produk nasional, perluasan kesempatan kerja dan berusaha, peningkatan ekspor, serta peningkatan dan pemerataan pendapatan untuk mewujudkan dirinya sebagai tulang punggung serta memperkokoh struktur perekonomian nasional.
11.  Kriteria Usaha Kecil
Kriteria usaha kecil adalah sebagai berikut :
a)      Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah), tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.
b)      Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
c)      Milik warga negara Indonesia
d)     Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau berafiliasi langsung maupun tidak langsung dengan usaha menengah dan usaha besar.
12.  Pembinaan dan Pengembangan Usaha Kecil
Pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat melakukan pembinaan dan pengembangan Usaha Kecil dalam bidang:
a)      Produksi dan pengolahan;
Pembinaan dan pengembangan usaha kecil dalam bidang ini dapat dilakukan dengan :
1.      meningkatkan kemampuan manajemen serta teknik produksi dan pengolahan;
2.      meningkatkan kemampuan rancang bangun dan perekayasaan;
3.      memberikan kemudahan dalam pengadaan sarana dan prasarana produksi dan pengolahan, bahan baku, bahan penolong, dan kemasan.
b)        Pemasaran
Pembinaan dan pengembangan usaha kecil dalam bidang pemasaran baik dalam dan luar negeri dapat dilakukan dengan :
1.      melaksanakan penelitian dan pengkajian pemasaran;
2.      meningkatkan kemampuan manajemen dan teknik pemasaran;
3.      menyediakan sarana serta dukungan promosi dan uji coba pasar;
4.      mengembangkan lembaga pemasaran dan jaringan distribusi;
5.      memasarkan produk Usaha Kecil.
c)        Sumber daya manusia;
Pembinaan dan pengembangan usaha kecil dalam bidang ini dapat dilakukan dengan :
1.      memasyarakatkan dan membudayakan kewirausahaan;
2.      meningkatkan keterampilan teknis dan manajerial;
3.      membentuk dan mengembangkan lembaga pendidikan, pelatihan, dan konsultasi Usaha Kecil;
4.      menyediakan tenaga penyuluh dan konsultan Usaha Kecil.
d)       Teknologi.
Pembinaan dan pengembangan usaha kecil dalam bidang ini dapat dilakukan dengan :
1.      meningkatkan kemampuan di bidang teknologi produksi dan pengendalian mutu;
2.      meningkatkan kemampuan di bidang penelitian untuk mengembangkan desain dan teknologi baru;
3.      memberi insentif kepada Usaha Kecil yang menerapkan teknologi baru dan melestarikan lingkungan hidup;
4.      meningkatkan kerjasama dan alih teknologi;
5.      meningkatkan kemampuan memenuhi standardisasi teknologi;
6.      menumbuhkan dan mengembangkan lembaga penelitian dan pengembangan di bidang desain dan teknologi bagi Usaha Kecil.

BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN

B.     SARAN
Setelah membaca makalah ini saran-saran yang penulis ajukan adalah sebagai berikut :
1.      Bahwa dalam makalah ini penulis menjelaskan tentang deregulasi dan birokratisasi dibidang perekonomian
2.      Makalah ini sebagai tambahan pengetahuan umum.
3.      Agar makalah ini dapat dibaca oleh khalayak umum maka perlu disempurnakan, maka dari itu penulis mohon bantuan para pembaca untuk memberi kritik dan saran.

DAFTAR PUSTAKA

Sumaatmaja, Nursed. 2003. KONSEP DASAR IPS. Jakarta : Pusat Penerbitan Universitas Terbuka
https://massofa.wordpress.com/2008/01/11/rangkuman-buku-konsep-dasar-ips-bag-2/


0 komentar:

Posting Komentar

 

Yohana Pitaloka Template by Ipietoon Cute Blog Design